2. Kerajaan Batak Tua

Berdasarkan informasi data yang saya kumpulkan, baik yang berasal dari cerita rakyat, maupun data kepustakaan, konon kabarnya; pada zaman dahulu kala, sekitar abad pertama Masehi, telah berdiri kerajaan Batak (Pa'ta), berkedudukan di Batahan (diperkirakan, disekitar kota Natal sekarang). Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh pantai barat Sumatera, yang pada zaman dahulu, disebut pulau Andalas (Baca : Add las ?), sampai ke pulau Jawa bagian Barat yang dihuni oleh suku Badui.

Konon kabarnya, sebutan/istilah Badui, berasal dari bahasa Austronesia purba yang juga masih banyak dipergunakan oleh orang Batak sekarang, terdiri dari dua suku kata, Ba-niadui, yang berarti Nun jauh disana.

Pada masa itu, Bangsa Batak menganut suatu kepercayaan yang disebut Agama Malim; pimpinannya disebut Raja Malim, dibantu oleh para Nabi yang disebut Panurirang, dan para pengikutnya disebut Parmalim.

Berkaitan dengan pemerintahan, Raja Malim bertindak sebagai penasehat dan disebut Paniroi/Sitiroi. (Seorang ahli bumi dari Iskandariah, bernama Claudius Ptolomeus, menyebutnya Satyroy). Kepala pemerintahan yang disebut Sirajai Jolma bertindak sebagai Pemangku adat/Penegak hukum. (Bandingkan : Executip).


Terbetik berita, bahwa pada masa jayanya kerajaan Batak dahulu itu, didirikanlah Kampus Perguruan Tinggi Parmalim di Gunungtua, dimana masih terdapat sisa-sisa peninggalannya hingga sekarang, antara lain: Candi Portibi, Biaro Bahal, Sitopaon (Sitopayan).

Raja-raja dari Sriwijaya yang muncul kemudian dan berkuasa di pantai timur pulau Sumatera, tidak pernah mengganggu keberadaan kerajaan Batak di bagian barat; konon kabarnya, karena mereka masih ada hubungan keluarga; sama-sama keturunan keluarga Sailendra, yaitu keluarga yang datang dari pulau Sai lam = Sai lan = Ceylon.

* Menurut Drs. Nalom Siahaan, dalam bukunya Adat Dalihan Natolu, halaman 9, disebutkan, bahwa di Palembang, terdapat batu bertulis yang berjudul Marmangmang. Dalam buku sejarah Indonesia, ada juga yang menceritakan tentang Prasasti Kedukan Bukit, yang berisikan sumpah serapah, yang terdiri dari empat belas baris. Marmangmang dalam bahasa Batak adalah Martolon, yang berarti = Mengangkat Sumpah. Patut dipertanyakan, apa hubungannya batu Marmangmang yang di Palembang itu dengan orang Batak ?


Di daerah Sumatera bagian Selatan, terdapat banyak nama / istilah yang memiliki kesamaan dengan bahasa Batak (Karakteristik Batak), antara lain ;


Palembang     = Palumbang      = luaskan/kembangkan
Lampung        = Lampung ('u') = semakin kumpul/bersatu
Rajabasa         = Raja nabasa    = Raja yang budiman
To lang bawang (ejaan Cina)  = Tulang bao (ejaan Batak), berarti Paman (saudara laki-laki istrri)
Kubu              = Benteng  Pertahanan
Dihubu            = Ditaklukan/di rebut
Sakai              = Sankae (baca : Sakkae) = 1/4

Dan masih banyak lagi nama / istilah seperti, khususnya di daerah sekitar Danau Toba dan Ogan Komering.

Selanjutnya menurut sejarah, pada tahun 1.000 Masehi , kerajaan Batak ini, pernah mengirimkan utusan kenegeri Cina, untuk memperkenalkan hasil Bumi. Berita ini tertulis, di dalam buku Ling Wei Taita, disusum oleh Chou Ku Fei pada zaman dinasti Ming. Mendengar berita pengiriman utusan dagang ini, raja Negeri Cola dari India Selatan menjadi tersinggung, karena antara Negeri Batak dan Negeri Cola, telah lama terjalin hubungan dagang. Kemenyan dan Kapur Barus yang menjadi primadona dagang pada masa itu, mendatangkan untung besar  bagi pedagang-pedagang India  dari Negeri Cola; mereka menjualnya melalui Jalan Sutra dan Eropa melalui Celah Kaiber. (Jalan Sutra dan Celah Kaiber adalah lalu lintas perdagangan melalui darat pada zaman itu).

Pada tahun 1024, Raja Rajendra Cola Dewa dari Negeri Cola menyerbu Negeri Batak, dan pada tahun 1029, setelah berperang selama lima tahun, Negeri Batak dapat ditaklukkan. Raja Negeri Batak ditangkap, tetapi tidak dibunuh; negeri itu ditinggalkan begitu saja tanpa pemerintahan.




Subscribe to receive free email updates:

Sponsor

loading...