BAB. II GAGASAN/KONSEPSI ADAT DALIHAN NATOLU
1. Pangantusion (Definisi) Adat.
Pada pertemuan-pertemuan non-formal, sering juga terjadi perdebatan tentang definisi adat; kadang-kadang perdebatan itu sampai juga menimbulkan panas kuping, karena saling bertahan dan membenarkan kebiasaan di daerah masing-masing. Menyaksikan perdebatan seperti ini, saya jadi teringat perkataan orang bijak yang mengatakan : Jangan benarkan kebiasaan, tetapi, biasakan yang benar.
Lothar Schreiner, seorang pendeta berkebangsaan Jerman, lahir pada tahun 1925, dalam bukunya yang berjudul; Telah kudengar dari Ayahku, perjumpaan Adat dengan Iman di Tanah Batak, menyebutkan bahwa; Adat, adalah aturan hidup yang telah disosialisasikan oleh sekelompok masyarakat.
(Adat, ima : Ruhut ni parngoluon naung nihasomalhon ni halak disada luat).
Berdasarkan pendapat ini, aturanlah yang terlebih dahulu dibuat/diadakan, kemudian disosialisasikan sehingga menjadi kebiasaan/mendarah daging atau membudaya, setelah itu, maka aturan itupun menjadilah Adat.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa: Adat, adalah Aturan yang telah menjadi kebiasaan, bukan kebiasaan yang menjadi Aturan. (Adat do sihasomalhononhon, dang hasomalan sipar adathononhon).
(Adat, ima : Ruhut ni parngoluon naung nihasomalhon ni halak disada luat).
Berdasarkan pendapat ini, aturanlah yang terlebih dahulu dibuat/diadakan, kemudian disosialisasikan sehingga menjadi kebiasaan/mendarah daging atau membudaya, setelah itu, maka aturan itupun menjadilah Adat.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa: Adat, adalah Aturan yang telah menjadi kebiasaan, bukan kebiasaan yang menjadi Aturan. (Adat do sihasomalhononhon, dang hasomalan sipar adathononhon).